Sabtu, 14 Januari 2012

Sistem Pemerintahan Demokrasi

Demokrasi
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.

Sejarah Pemerintahan Demokrasi Indonesia
1.Demokrasi Kerakyatan Pada Masa Revolusi
Periode panjang pergerkan nasional yang didominasi oleh muncuolnya organisasi modern digantikan periode revolusi nasional. Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan merupakan kisah sentral sejarah indonesia. Semua usaha untuk mencari identitas (jati) diri, semangat persatuan guna menghadapi kekuasaamn kolonial, dan untuk membangun sebuah tatanan sosial yang adil akhirnya membuahkan hasil dengan diproklamasikannya kemerdekaan indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa revolusi 1945 – 1950 banyak kendala yang dihadapi bangsa indonesia, misalnya perbedaan-perbedaan antara kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dengan kekuatan diplomasi, antara mereka yang mendukung revolusi sosial dan mereka yang menentangnya dan antara kekuatan islam dalam kekutan sekuler. Di awal revolusi tidak satupun perbedaan di antara bangsa indonesia yang terpecahkan. Semua permasalahan itu baru dapat diselesaikan setelah kelompok-kelompok kekuatan itu duduk satu meja untuk memperoleh satu kata sepakat bahwa tujuan pertama bangsa indonesia adalah kemerdekaan bangsa indonesia. Pada akhirnya kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dan kekuatan diplomasi bersama-sama berhasil mencapai kemerdekaan.
2.Demokratisasi Dalam Demokrasi Parlementer
Setelah indonesi merdeka, kini menghadapi prospek menentukan masa depannya sendiri. Warisan yang ditinggalkan pemerintahan kolonial berupa kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan tradisi otoriter merupakan merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan para pemiipin nasional indonesia. Pada periode tahun 1950-an muncul kaum nasionalis perkotaan dari partai sekuler dan partai-partai islam yang memegang kendali pemerintahan. Ada sesuatu kesepakatan umum bahwa kedua kelompok inilah yang akan menciptakan kehidupan sebuah negara demokrasi di indonesi.
Undang – Undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana baedan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta para menteri yang mempunyai tanggung jawab politik. Setiap kabinet terbentuk berdasarkan koalisi pada satu atau dua partai besardengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan. Di lain pihak, partai-partai dalam barisan oposisi tidak mampu berperan sebagi oposisi kontruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif dari tugas oposisi (Miriam Budiardjo, 70).
Pada umumnya kabinet dalam masa pra pemilu tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan dalam untuk melaksanakan programnya. Pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan, malah perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dapat dihindarkan. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
Mengingat kondisi yang harus di hadapi pemerintah indonesia pada kurun waktu 1950-1959, maka tidak mengherankan bahwa pelaksanaan demokrasi mengaklami kegagalan karena dasar untuk dapat membangun demokrasi hampir tidak dapat ditemukan. Mereka yang tahu politik hanya sekelompok kecil masyarakat perkotaan. Para politisi jakarta, meskipun mencita-citakan sebuah negara demokrasi. Kebanyakan adalah kaum elite yang menganggap diri mereka sebagai pengikut suatu budaya kota yang istimewa. Mereka bersikap paternalistik terhadap orang-orang yang kurang beruntung yakni masyarakat pedesaan. Tanggung jawab mereka terhadap struktur demokrasi parlementer yang merakyat adalah sangat kecil. Banguan indah sebuah demokrasi parlementer hampir tidak dapat berdiri dengan kokoh.
3.Demokratisasi Dalam Demokrasi Terpimpin
Di tengah-tengah krisis tahun 1957 dan pengalaman jatuh bangunnya pemerintahan, mengakibatkan diambilmnya langkah-langkah menuju suatu pemerintahan yang oleh Soekarno dinamakan Demokrasi Terpimpin. Ini merupakan suatu sistem yang didominasi oleh kepribadian soekarno yang prakarsa untuk pelaksanaan demokrasi terpimpin diambil bersama-sama dengan pimpinan ABRI (Hatta, 1966 : 7). Pada masa ini terdapat beberapa penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945, misalnya partai-partai politik dikebiri dan pemilu ditiadakan. Kekuatan-kekuatan politik yang ada berusha berpaling kepada pribadi Soekarno untuk mendapatkan legitimasi, bimbingan atau perlindungan. Pada tahun 1960, presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan menggantikanya dengan DPRGR, padahal dalam penjelasn UUD 1945 secara ekspilisit ditentukan bahwa presiden tidak berwenang membubarkan DPR.
Melalui demokrasi terpimpin Soekarno berusaha menjaga keseimbangn politik yang mherupakan kompromi antara kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dirujukan kembali dan memuaskan semua pihak. Meskipun Soekarno memiliki pandangan tentang masa depan bangsanya, tetapi ia tidak mampu merumuskan sehingga bisa diterima oleh pimpinan nasional lainnya. Janji dari demokrasi terpimpin pada akhirnya tidak dapat terealisasi. Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 telah mengakhiri periode demokrasi terpimpin dan membuka peluang bagi dilaksanakannya demokrasi Pancasila.

4.Demokratisasi Dalam Demokrasi Pancasila
Pada tahun 1966 pemerintahan Soeharto yang lebih dikenal dengan pemerintahan Orde Baru bangkit sebagai reaksi atas pemerintahan Soekarno. Pada awal pemerintahan orde hampir seluruh kekuatan demokrasi mendukungnya karena Orde Baru diharapkan melenyapkan rezim lama. Soeharto kemudian melakukan eksperimen dengan menerapkan demokrasi Pancasila. Inti demokrasi pancasila adalah menegakkan kembali azas negara hukum dirasakan oleh segenap warga negara, hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional. Dalam rangka mencapai hal tersebut, lembaga-lembaga dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan-ikatan pribadi (Miriam, 74).
Sekitar 3 sampai 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru menunjukkan gejala-gejala yang menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan – kekuatan sosial-politik yang bebas dan benar-benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik dijinakkan sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai kontrol sosial. Kekuatan sosial politik yang diikutsertakan dalam pemilu dibatasi. Mereka tidak lebih dari suatu perhiasan dan mempunyai arti seremonial untuk dipertontonkan kepada dunia internasional bahwa indonesia telah benar-benar berdemokrasi, padahal yang sebenarnya adalah kekuasaan yang otoriter. Partai-partai politik dilarang berperan sebagai oposisi maupun kontrol sosial. Bahakan secara resmi oposisi ditiadakan dengan adanya suatu “konsensus nasional”. Pemerintahan Soeharto juga tidak memberikan check and balances sebagai prasyarat dari sebuah negara demokrasi (sarbini Sunawinata, 1998 ;8).
Pada masa orde baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh sangat subur. Kedua sikap ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar sedangkan rakyat hanya patuh dengan sang pemimpin. Mental paternalistik mengakibatkan soeharto tidak boleh dikritik. Para menteri selalu minta petunjuk dan pengarahan dari presiden. Siakp mental seperti ini telah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan pelapisan budaya yang pada akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus, sedangkan rakyat lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai tekanan yang diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang tidak pernah tercapai, mengakibatkan pemerintahan Orde Baru mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya mengalami keruntuhan.
5.Rekonstruksi Demokrasi Dalam Orde Reformasi
Melalui gerakan reformasi, mahasiswa dan rakyat indonesia berjuang menumbangkan rezim Soeharto. Pemerintahan soeharto digantikan pemerintahan transisi presiden Habibie yang didukung sepenuhnya oleh TNI. Lembaga-lembaga di luar presiden dan TNI tidak mempunyai arti apa-apa. Seluruh maslah negara dan bangsa indonesia menjadi tanggung jawab presiden/TNI. Reformasi menuntut rakyat indonesia untuk mengoreksi pelaksanaan demokrasi. Karena selama soeharto berkuasa jenis demokrasi yang dipraktekkan adalah demokrasi semu. Orde Baru juga meninggalkan warisan berupa krisis nasional yang meliputi krisis ekonomi, sosial dan politik.
Tugas utama pemerintahan Habibie ada dua, yakni pertama bekerja keras agar harga sembilan pokok (sembako) terbeli oleh rakyat sambil memberantas KKN tanpa pandang bulu. Kedua, adalah mengembalikan hak-hak rakyat guna memperoleh kembali hak-hak azasinya.
Agaknya pemerintahan “Orde Reformasi” Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi yang selama inidikebiri oleh pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie menyuburkan kembali alam demokrasi di indonesia dengan jalan kebebasan pers (freedom of press) dan kebebasab berbicara (freedom of speech). Keduanya dapat berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan yang dijalankan tidak menyeleweng terlalu jauh.
Membangun kembali indonesia yang demokratis dapat dilakukan melalui sistem keparataian yang sehat dan pemilu yang transparan. Sistem pemilu multipartai dan UU politik yang demokratis menunjukkan kesungguhan pemerintahan Habibie. Asalkan kebebasan demokratis seperti kebebasan pers, kebebasab berbicara, dan kebebasan mimbar tetap dijalankan maka munculnya pemerintahan yang KKN dapat dihindari.

Dalam perkembanganya Demokrasi di indonesia setelah rezim Habibie diteruskan oleh Presiden Abdurahman wahid sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat signifikan sekali dampaknya, dimana aspirasi-aspirasi rakyat dapat bebas diutarakan dan dihsampaikan ke pemerintahan pusat. Hal ini terbukti dari setiap warga negara bebas berpendapat dan kebebasan pers dalam mengawal pemerintahan yang terbuka sehingga menghindarkan pemerintahan dari KKN mungkin dalam prakteknya masih ada praktik-praktik KKN di kalangan pemerintahan, namun setidaknya rakyat tidak mudah dibohongi lagi dan pembelajaran politik yang baik dari rakyat indonesia itu sendiri yang membangun demokrasi menjadi lebih baik. Ada satu hal yang membuat indonesia dianggap negara demokrasi oleh dunia Internasional walaupun negara ini masih jauh dikatakan lebih baik dari negara maju lainnya adalah Pemilihan Langsung Presiden maupun Kepala Daerah yang dilakukan secara langsung. Mungkin rakyat indonesia masih menunggu hasil dari demokrasi yang yang membawa masyarakat adil dan makmur secara keseluruhan.

Konsep-Konsep Politik

Teori politik memiliki dua makna: makna pertama menunjuk teori sebagai pemikiran spekulatif tentang bentuk dan tata cara pengaturan masyarakat yang ideal, makna kedua menunjuk pada kajian sistematis tentang segala kegiatan dalam masyarakat untuk hidup dalam kebersamaan. Contoh teori politik yang merupakan pemikiran spekulatif adalah teori politik Marxis-Leninis atau komunisme, contoh lain adalah teori politik yang berdasar pada pemikiran Adam Smith kapitalisme. Pemikiran Tan Malaka dalam tulisannya Madilog , merupakan contoh teori politik Indonesia. Nasakom yang diajukan Soekarno merupakan contoh lain.

Sedangkan teori politik sebagai hasil kajian empirik bisa dicontohkan dengan teori struktural - fungsional yang diajukan oleh Talcot Parson (seorang sosiolog), antara lain diturunkan kedalam teori politik menjadi Civic Culture. Konsep sistem politik sendiri merupakan ciptaan para akademisi yang mengkaji kehidupan politik (sesungguhnya diturunkan dari konsep sistem sosial).

Masyarakat
Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.

Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.

Macam-Macam Kekuasaan
Konsep trias Politika John Locke, menjelaskan mengenai tiga macam kekuasaan, yaitu Pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (Rulemaking Function); Kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (rule application function), termasuk di dalamnya adalah kekuasaan untuk mengadili (rule adjudication function); ketiga kekuasaan federatif ialah kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dengan hubungannya bersama negara lain (hubungan luar negeri).

Bentuk-Bentuk Negara
a.   Negara Kesatuan (Unitaris)

Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.

b.   Negara Serikat (Federasi)

Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.

Struktur Politik
Politik adalah suatu proses dimana masyarakat memutuskan bahwa aktivitas tertentu adalah lebih baik dari yang lain dan harus dilaksanakan. Dengan demikian struktur politik meliputi baik struktur hubungan antara manusia dengan manusia maupun struktur hubungan antara manusia dengan pemerintah. Selain itu, struktur politik dapat merupakan bangunan yang nampak secara jelas (kengkret) dan yang tak nampak secara jelas. Hal ini dapat terlihat dari contoh-contoh sebagai berikut:
a)faktor-faktor yang bersifan informal (tidak atau kurang resmi) yang dalam kenyataan mempengaruhi cara kerja aparat masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, mengkonversi tuntutan, dukungan, dan masalah tertentu dimana tersangkut keputusan yang berhubungan dengan kepentingan umum.
b)Lembaga yang dapat di sebut sebagai mesin politik resmi atau formal, yang dengan absah mengidentifikasi segala masalah, menentukan dan menjalankan segala keputusan yang mengikat seluruh anggota masyarakat untuk mencapai kepentingan umum.